The Untold Story between Us Part 3

– The Untold Story between Us (Part 3) –

 

Category: PG-15, Romance, Chapter

Cast:   Lee Donghae, Ahn Yunji (OC)

Other Cast:

Kim Hyuna, Victoria, Kwon Yuri, Hyorin, etc.

Preface:

Annyeonghaseyo. FF ini adalah hasil pemikiran dan karyaku sendiri. Tapi, sebelumnya author ingin memohon maaf jika ternyata para readers menemukan ada kesamaan nama, tokoh, karakter, cerita, atau apapun dalam FF ini. Author jujur, ff ini sudah author tulis dari tahun 2014, tapi baru sekarang author publish. Dan, author juga manusia biasa yang tidak sempurna, jadi jika menemukan typo dimana-mana, mohon dimaklumi. Selamat membaca…

The Untold Story between Us Part 3

Donghae’s POV


“Sudah pulang?” tanya sebuah suara dari arah dapur.

“Yunji-ya? Neo-ya? (Yunji? Itu kau?)” tanyaku sambil terburu-buru melepas sepatu dan masuk kedalam apartement.

“Eo… Na-ya (Ya… aku)” jawabnya.

 

Oh… syukurlah. “Kau dimana, yunji-ya?”

“Dapur. Aku sedang membuat cream soup. Kemarilah…”

Aku berjalan ke dapur terburu-buru. Setelah tindakan bodohku tadi pagi, aku tidak bisa menemukan Yunji di kubikelnya, tidak juga di ruang foto kopi, di lantai sembilan tempat editing, di pantry, atau bahkan di kafetaria. Kekhawatiranku bertambah saat Sunhwa mengatakan Yunji sudah meninggalkan kantor setelah jam makan siang dan tidak kembali kesana. Di sepanjang perjalanan menuju apartment bayangan kondisi Yunji begitu buruk di pikiranku. ‘Berapa helai rambut yang hilang dari kepalanya? Sebesar apa memar di wajahnya? Berapa banyak tisu yang dihabiskannya untuk menyeka air matanya?’ Pertanyaan-pertanyaan retoris itu membuat jantungku berdetak tidak karuan beberapa menit lalu. Tapi setelah melihat Yunji sedang dengan tenang membuat cream soup dan dalam keadaan selamat, sehat, tidak tergores, jantungku kembali berdetak dengan semestinya.

“Mandilah dulu. Mungkin akan matang saat kau selesai mandi”, katanya dengan suara lembut.

“Baiklah”.

Tanpa banyak bicara, aku langsung berlalu menuju kamar dan mandi, seperti yang dikatakan Yunji.

 

 

October 31st, 2007

Hujan sore hari memang terasa begitu manis dan sendu di kota ini. London. Mimpimu, rumahmu. Musim gugur akan datang dan musim yang tidak begitu kau sukai akan mengikuti setelahnya. Beruntung hujan datang hari ini. Setidaknya hujan mengurangi kekecewaanmu pada akhir tahun yang datang terlalu cepat. Hari ini pakaianmu terlalu cerah untuk menyambut musim gugur. Sebuah sweater dengan bunga-bunga orange, kuning dan merah, celana pendek berwarna aqua favoritmu dan sebuah jepit rambut hijau begitu cerah mengikuti suasana hatimu. Kau menghampiriku di sofa yang sengaja diletakkan menghadap jendela dengan membawa semangkuk sup kebanggaanmu. Hanya kita berdua disini. Senyummu mematahkan kerutan di dahiku. Keluhanku akan hujan lenyap sudah oleh serbuan kata-kata pujianmu pada titik-titik hujan yang mampir di jendela. Katamu gerimis hujan sore ini menghapus sedihmu. Menghapus segala peluh harimu di sekolah. Menghapus hentakan kaki kesalmu di pekarangan. Kau bercerita akan indahnya kota Shire dikala hujan. Embunnya akan mengenai wajahmu. Dan kau akan bebas berlari dan menari di padang rumput yang begitu segar. Apa yang akan terjadi tujuh atau delapan tahun mendatang, Yunji-ya? Mungkinkah aku akan berada di padang itu menari bersamamu?

Masih dengan rasa bersalah dan kekhawatiranku, aku keluar dari kamar dan duduk di satu-satunya sofa yang menghadap keluar jendela. Aku jarang melihat sofa itu diduduki pemiliknya. Selama ini aku bertanya-tanya mengapa hanya sofa itu yang diletakkan menghadap keluar. Sofa itu bahkan tidak digunakan. Aku sempat mengutarakan idenya untuk memindahkan sofa itu ke kamar atau ke apartementnya dulu. Tapi sang pemilik setengah membentak melarangnya menyentuh sofa itu. Hari ini keadaannya berbeda. Aku mendudukinya dan sang pemilik tidak mengeluarkan keluhan satu katapun. Kembali, aku bertanya-tanya apa yang terjadi pada Yunji beberapa waktu lalu.

Yunji menghampiriku yang duduk di salah satu sofa di apartment itu, menyadarkanku dari lamunanku. Aku menyambut kedatangan Yunji dengan senyuman sehangat yang aku bisa berikan. Yunji memberikan sup kebanggaannya padaku. Kami duduk bersama menatap rintik hujan yang turun diluar. Siang tadi hujan cukup lebat. Dan menjelang sore hujan masih enggan berhenti. Hanya tinggal rintik kecil yang tetap tinggal.

“Kau baik-baik saja?” tanyaku akhirnya.

“……….”

Yunji tertawa mendengar pertanyaanku. Pertanyaan sederhana itu tidak dijawab oleh Yunji, membuatku mengernyitkan dahiku bingung. Yunji menyuap sesendok sup dengan ayam dan sosis didalamnya, masih tidak mengatakan apapun. Bahkan Yunji memandang riang keluar jendela.

“Yunji-ya…” bujukku.

“Apa teorimu?” tanya Yunji dengan senyum menggodanya.

“Mwo?”

“Kau pikir apa yang terjadi siang tadi?” Yunji balik bertanya padaku.

“Teoriku agak jelek. Berlebihan tepatnya.”

“Malhaebwa…”

“Em… Sooyoung menghampirimu. Dia marah. Kau di ‘sentuh’. Well, tampar, jambak, cakar? Aku menyerah. Aku sakit kepala memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu sepanjang perjalanan.”

You’re too much!” Yunji meninju lenganku.

“Setelah Hyuna pulang aku kembali ke lantai delapan untuk memastikan keadaanmu. Tapi aku tidak bisa menemukanmu, sampai Sunhwa mengatakan padaku setelah makan siang kau keluar dan tidak kembali. Too much? Where have you been?” tanyaku dengan nada yang sedikit meninggi.

“Ruang pemotretan. Kau mencariku disana? Of course no. Kalau kau kesana pasti sekarang kau tidak akan sepanik ini.”

Good. At least no bruise.”

Aku dapat menghela nafas lega setelah mendengar penjelasan Yunji. Siang tadi aku memang tidak sedikitpun berpikir untuk mencari di ruang pemotretan karena hari ini tidak ada seorang pun menggunakan ruangan itu. Dan Yunji hanya akan ‘mampir’ kesana jika ada kegiatan yang membangun kembali mood bekerjanya di kantor.

“Aku suka hujan”, katanya memecahkan keheningan dan ketegangan diantara kami.

“Hm?” aku tidak terlalu memperhatikan ucapan Yunji barusan.

“Seberapa besar intensitas dan kuantitasnya, aku tetap suka hujan. Butirannya cantik waktu sampai di jendela.”

“Kalau ada kilat atau petir?”

Exception...” Suasana kembali hening. “Mereka menemaniku saat kedua orang tuaku naik mobil menuju bandara dan meninggalkan aku disini. Mereka temanku.”

“Dan sekarang menjadi temanku…”

Frente Corp

 

Author’s POV

Hyuna kembali ke The Frentee. Tapi kali ini ia tidak masuk ke dalam. Menjejakkan kakinya di lobby-pun tidak. Hyuna lebih suka menunggu di kafetaria. Ia tidak terlalu nyaman dengan tatapan beberapa karyawan didalam. Terutama ‘sang penyambut tamu’, Sunhwa. Tatapannya begitu menuntut untuk tahu setiap jiwa yang melewati pintu otomatis. Alis matanya akan naik sebelah jika yang ia lihat adalah sosok yang menurutnya serba lebih, entah laki-laki atau perempuan. Belum lagi Hyuna memikirkan beberapa jenis perempuan penghuni lantai delapan yang ia lihat beberapa hari lalu. Tatapan mereka lebih ‘ganas’ jika sudah ada hubungannya dengan Donghae. Situasi tetap tidak berubah, Donghae tetap menjadi perhatian dimanapun ia berada.

Sementara itu di lantai tujuh, dua orang bersahabat sedang berbincang riang tidak mempedulikan sekitarnya. Suasana tentu tidak kalah mencekam dari lantai delapan. Terlebih populasi perempuan di lantai ini lebih banyak. Mata yang mengawasi tentu saja lebih banyak dan lebih runcing. Yunji memutuskan untuk menyambangi kubikel Donghae karena sejak hari itu Luna menuntutnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Yunji tahu berada di lantai tujuh bukan tempat terbaik untuk menetap, tapi setidaknya minus pertanyaan Luna dan tatapan psikopat Sooyoung.

 

 

 

February 18th, 2008

Kau benar-benar akan pergi. Sebagian barang-barangmu sudah kau kirim kembali ke rumah. Kau bertanya padaku apa yang tidak tertulis dalam catatanmu. Kau begitu bersemangat kembali pulang. Bahkan kau tidak sempat membaca wajah lelahku yang selalu berusaha menahanmu. Aku ingat benar kau memintaku merubah sesuatu dariku. Tapi Yunji, bagaimana aku tahu hal itu jika kau tidak bersamaku? Seharusnya kau tak perlu mengatakannya padaku. Seharusnya aku tidak perlu tahu itu. Aku membuat kesalahan padamu, tapi bahkan aku tidak tahu apa itu. Dan kini kau akan berlari menjauh dariku. Mungkinkah kau akan menoleh ke belakang? Walau hanya sedikit, Yunji-ya?

“Pokoknya lain kali aku tidak mau melihat ‘those things’ bertebaran dimanapun!” Yunji memperingati Donghae setengah berbisik.

Donghae hanya tertawa riang mendengar peringatan Yunji yang terdengar kekanakkan. Raut wajah Yunji yang dibuat-buat semakin membuat tawa Donghae menggema di ruangan itu. Setiap pasang mata yang memperhatikan mereka tentu saja semakin mempertajam pendengaran mereka. Perempuan diseberang kubikel bahkan menghentikan aktivitas jari-jari lentiknya di keyboard dan memindahkan mereka ke keypad blackberry agar pembicaraan Donghae dan Yunji bisa terdengar jelas dan langsung disebarkan ke rekan seperjuangannya.

“Dan CD yang semalam… sangat tidak lucu, Lee Donghae!” kata Yunji lagi.

“Hey… itu favoritku!” sambung Donghae.

“Seleramu sangat buruk, Donghae-ya. Sungguh…”

 

Victoria (Work) : Mereka bicara soal CD.. huh…. Sepertinya mereka menonton bersama..

Hyorin (Work) : CD yang di tonton atau yang dipakai???

Yuri (Work) : Hyorin-ah, jangan melantur. Tentu saja yang ditonton. Mereka tidak mungkin membicarakan underwear di kantor…

Hyorin (Work) : Who knows??? Memangnya kau tahu diluar kantor mereka melakukan apa???

Victoria (Work) : Positif saja lah! Donghae is a player, but I’m sure he’ll never ever play with her..

Donghae dan Yunji mendengar bunyi BlackBerry bersahutan diseberang kubikel tempat mereka berbincang. Mereka saling menatap satu sama lain untuk memastikan pendengaran mereka tidak salah. Dan benar saja, trio macan sedang memegang ponsel nya masing-masing dan menunjukkan mimik wajah yang hampir sama bentuknya. Akhirnya Donghae dan Yunji hanya bisa saling menertawai. Yunji menepuk lengan Donghae lembut lalu menuju lift untuk kembali ke ruangannya karena Luna mengajaknya makan siang bersama hari itu.

“Orangnya sudah pergi tuh, kalian tidak perlu membicarakan dia lagi”, sindir Donghae.

“Jangan ikut campur! Biarkan saja biar dia tersandung…” komentar Hyorin.

Tiba-tiba bunyi ponsel Donghae menghentikan semua aktivitas perempuan-perempuan plus Hyorin di lantai itu. Setiap pasang mata memperhatikan raut wajah seperti apa yang akan dimunculkan Donghae setelah membaca pesan singkat di ponsel nya itu sambil mengira-ngira siapa gerangan yang mengirimkan pesan singkat itu.

 

 

 

From : Hyuna

Aku di cafeteria. Aku tunggu kau disini. Hurry ya..–

Donghae tidak menunjukkan raut wajah apapun. Wajahnya datar tanpa ekspresi berarti, membuat kecewa yang memperhatikannya sejak tadi. Donghae kemudian bergegas menuju kafetaria dengan dugaan aneh yang lagi-lagi melintas di pikirannya. Tentu saja berhubungan dengan Yunji. Karena beberapa menit yang lalu Yunji mengatakan akan makan siang dengan Luna. Kemungkinan besar Yunji akan ke kafetaria. Donghae akan mengucap syukur jika Yunji dan Luna memutuskan pergi ke tempat lain untuk mencicipi makanan di café baru dekat Frente Corp.

Donghae dapat bernafas lega ketika sampai di kafetaria karena tidak ada tanda-tanda kehadiran Yunji disana. Ia hanya melihat beberapa staf penghuni lantai delapan dan Hyuna. Donghae sudah menduga tentu saja staf lantai delapan ini sudah mendapatkan info patas dari Sunhwa. Koneksi mereka terjalin begitu baik. Lebih cepat dari pesawat Seoul menuju Jeju.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Donghae.

Have lunch with you of course. What else?” Hyuna menanggapi santai.

I’m kinda busy. I thought to skip my lunch today.”

No way. Itu kan sebelum aku datang. But now I’m here. So please just sit down and eat or drink something.”

Donghae-pun dengan terpaksa segera duduk tepat berhadapan dengan Hyuna. Ia tidak menunjukkan sedikitpun ketertarikan dengan daftar menu yang sedang dibaca Hyuna. Donghae justru sibuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling kafetaria untuk memastikan keberadaan Yunji. Setelah memastikan Yunji benar-benar tidak ada disana, ia mengeluarkan ponsel dari kantung celana nya dan mencari sebuah nama di daftar kontaknya.

“Kau mau pesan apa?” tanya Hyuna.

“Sebentar…” sela Donghae, “aku harus menghubungi seseorang”.

Hyuna mendengus pelan menunggu. Hyuna berusaha sekeras mungkin untuk bersikap manis agar Donghae percaya jika ia sudah berubah. Setidaknya kemungkinan Donghae akan kembali padanya menjadi lebih besar jika Donghae yakin ia sudah berubah. Tapi semenit kemudian kalimat pertama yang keluar dari mulut Donghae membuatnya berdesis tidak percaya.

“Yunji-ya? Eodiya? Kau bilang akan lunch”.

Um… ya. Luna membawakan bekal makan siang untukku. So sweet ya? Tadinya aku mau mengajakmu, tapi Luna melarangnya. Ada apa meneleponku?”

Suara Yunji di ponsel Donghae terdengar jelas oleh Hyuna karena keadaan kafetaria yang tidak begitu ramai. Hyuna mengatupkan rahangnya menunggu percakapan selanjutnya diantara mereka sambil berpura-pura memilih makanan lagi. Donghae yang menyadari tatapan Hyuna kemudian menyunggingkan senyum tipisnya.

“Memastikan kau makan…” kali ini Donghae jujur. “Kau pesan dulu saja, Hyun. Aku pesan nanti.”

Wow… sepertinya ada yang sedang dating. How? Meletup-letup?” tanya Yunji dengan nada cemburu yang tidak disadarinya.

“Mwoga?”

Your heart?”

“Hahaha… sudah meletup beberapa menit lalu saat seorang gadis menghampiri kubikelku. Geurae, aku makan dulu. Text me about the taste, amor.

Okay, if you wish it. Bye…”

Donghae pun menutup sambungan ponselnya.

“Sudah telfon nya?” tanya Hyuna.

“Sudah. Pesannya?” tanya Donghae lagi.

“Sudah. Aku pesan untukmu juga.”

“Okay.”

“Sore ini aku mampir ke apartement ya? Memastikan aku tidak sedang dibohongi oleh drama tv.”

Come!” jawab Donghae yakin.

Sedetik kemudian Donghae langsung mengirimkan pesan ke Yunji tanpa diketahui oleh Hyuna.

##########

Donghae kembali ke apartement beberapa jam setelah Yunji. Pekerjaan nya hari ini sedikit menyita waktunya. Terlebih kedatangan Hyuna yang tidak diharapkan, membuatnya harus bekerja ekstra hari ini. Untungnya Donghae mengatakan pada Hyuna untuk tidak datang sebelum ia pulang, dan baru memberinya alamat apartement Yunji ketika jaraknya sudah beberapa meter dari apartement. Dalam perjalanan Donghae mengira-ngira apa yang akan dilakukan Yunji hari ini untuk berperan sebagai ‘wanitanya’. Dalam hatinya Donghae berharap bukan sikap yang diberikan Yunji pada laki-laki dalam catatan itu.

I’m home” kata Donghae sesaat setelah memasuki apartement.

“Eo… wasseo? Iliwabwa, chagiya. I’m cooking dinner untuk tamu spesialmu.”

“Aku merasa ada yang berubah. Tapi apa ya?” Donghae mengernyitkan dahinya melihat ke sekeliling apartement Yunji yang sedikit berubah.

“Aku re-decorate ruangan. Sebelumnya sangat ‘aku’. Sekarang sedikit ada hawa mu kan?”

“Sendirian?” tanya Donghae memastikan.

“Menurutmu? Apa kira-kira ada malaikat berbaik hati datang membantuku untuk sekedar re-decorate? Mereka lebih sibuk darimu, sayang.”

Donghae berjalan pelan menuju sumber suara yang sedari tadi memanggilnya dengan sebutan ‘sayang’ itu sambil melepaskan jaketnya dan menaruhnya sembarang di sofa.

Wait. Satu lagi yang berubah. What happen with that ‘sayang’ word? Hyuna belum datang, manis.”

Practice makes it better, baby. Tapi sebenarnya aku tidak terlalu perlu berlatih. Hanya agar aku terbiasa saja.”

Okay, I got it. Well, I have a question.”

 

 

“What?”

 

 

“What if I kiss you later? When she’s here.”

 

 

“Well... About that ‘kiss’ thing. How dare you kissed me in office last time! Kau tahu tatapan mereka sudah membuat kakiku lemas? Aku serasa anak baru super kuper yang baru datang dari sebuah pulau terpencil.”

Sorry about that. Aku sendiri belum bisa menemukan alasan sebenarnya kenapa aku melakukannya. Mian…”

Dan tamu yang ditunggu datang. Hyuna menekan tombol bel dua kali. Sang penghuni rumah bertatapan beberapa detik kemudian menghela nafas mereka sejenak. Donghae langsung berjalan menuju pintu dan membukanya untuk mempersilahkan Hyuna masuk.

 

 

“Welcome…” kata Donghae ramah. Kali ini benar ramah.

“Hmm… Smell’s good.

“Yunji sedang memasak. Buat tamuku katanya.”

“Keningmu kenapa berkerut? Ada yang coba disembunyikan?” tanya Hyuna retoris seperti biasanya.

Nope. Hanya saja Yunji sama kesalnya sepertimu, cause I kissed her that day. Kesalnya telat.”

Hey, what did you say? You shouldn’t talk about that. Mianhaeyo, Hyuna-ssi. Have a sit. Almost done!” sahut Yunji dari dapur.

“Kau baru pulang?” tanya Hyuna sambil mencoba meraih dasi Donghae.

“Ya. Baru saja. Aku tidak tahu kau akan secepat ini. Aku belum mandi.”

It’s okay. I don’t care. Your smell’s still good.”

“Hm…” Donghae tersenyum tipis. “Aku ganti parfum. Bukan seleramu.”

Yunji yang sedang asik dengan karya masakannya memilih tidak mendengarkan perbincangan Donghae dan Hyuna. Menurutnya itu bukan batasnya. Hari ini ia hanya perlu bersikap sebagai tuan rumah yang manis apapun yang terjadi. Namun tidak dipungkiri, jantung Yunji berdegup lebih cepat saat Donghae mengatakan akan mandi dan terpaksa meninggalkan Hyuna. Yunji tidak ingin berpikiran negative pada Hyuna. Ia hanya khwatir Hyuna masih seperti yang diceritakan Donghae padanya.

“Kau sedang masak apa, Yunji-ssi?” tanya Hyuna.

“Pasta. Donghae’s favourite. Donghae bilang kau juga suka pasta. Jadi aku buat pasta saja buat makan malam. Tapi maaf Hyuna-ssi, aku tidak menggunakan jamur kesukaanmu. Donghae alergi berat pada jamur.”

Really? It’s okay. Kau tau banyak ya tentang Donghae.”

“Tidak terlalu banyak. Beberapa. Kau ingin minum apa by the way?”

“Apa saja. Asal tidak mematikan” jawab Hyuna sarkastik.

‘Harusnya aku yang khawatir tentang itu’, kata Yunji dalam hati. Untung saja ini di apartement nya. Jadi Hyuna tidak bisa menyentuh makanan atau minuman disini untuk dibubuhi dengan bubuk apapun yang dapat menyebabkan hal yang selalu dilihatnya di tayangan drama di TV berbayarnya. Semua imajinasi Yunji memang berawal dari cerita berlebihan Donghae yang mengatakan Hyuna sangat diluar kontrolnya saat itu. Hyuna akan melakukan apapun jika ada seorang wanita mendekati ‘Donghae-nya’. Donghae-pun tidak lupa menambahkan ‘tampar adalah pilihan pertama yang akan aku pilih dari semua kemungkinan yang ada, itu terlembut’. Yunji tidak bisa membayangkan jika jari-jari Hyuna meraih rambutnya dan menjambaknya lalu mendaratkan pukulannya ke wajah Yunji. Memikirkannya saja membuat Yunji bergidik ngeri.

“Apa yang kau pikirkan, sayang?” tanya Donghae sambil meraih pinggang Yunji.

“Hanya beberapa kemungkinan beberapa menit lalu. Terima kasih untuk penjelasan berlebihanmu waktu itu. Aku merinding sekarang.”

Hyuna yang memperhatikan dari sela bambu hias yang berjajar membatasi ruang tamu dan dapur hanya bisa berdecak kesal melihat Donghae membelai tangan Yunji yang dikatakan ‘merinding’ itu.

“Mianhae. Lain kali tidak akan ku ulangi.”

##########

Akhirnya makan malam bersama tamu Donghae berjalan sangat tenang. Yunji seperti sikap khasnya, memberikan beberapa pertanyaan standar pada Hyuna sebagai dasar kesopanan seorang tuan rumah. Dan waktupun sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi Hyuna belum terlihat berniat untuk pergi. Lagi, atas dasar kesopanan, Yunji menawarkan secangkir kopi hangat untuk Hyuna. Yunji tidak berpikir apapun saat itu. Mungkin Hyuna malas berkendara saat hujan, pikirnya. Lain dengan Donghae yang sepertinya sudah mengetahui tujuan Hyuna berlama-lama disana. Menginap.

“Sepertinya hujan belum menunjukkan tanda akan berhenti…” Yunji membuka percakapan.

“Iya ya. By the way, thanks kopi nya. Enak. Pantas Donghae betah”, sahut Hyuna.

“Aku terima itu sebagai pujian.”

“Kau tidak berniat sleep over disini kan, Hyun?” tanya Donghae tepat ke poin utamanya.

“Tadinya sih tidak sama sekali. Tapi hujannya tidak kunjung berhenti. Aku harus bagaimana? Kalau hujan baru berhenti lewat jam 12, kau akan membiarkan aku pulang? Sendiri? Really?

“Tidurlah disini, Hyuna-ssi.” kata Yunji yang langsung mengagetkan laki-laki yang duduk merangkulnya tepat dikirinya.

“Bolehkah?” tanya Hyuna dengan wajah polos yang dibuatnya.

“Tentu. Aku sih yakin Donghae akan tega membiarkanmu pulang tengah malam. Tapi aku tidak. Bahaya.”

Thanks. You’re sweet.” Kata Hyuna sambil tersenyum ‘sok’ manis.

“Tapi, kasur udara tidak apa-apa kan Hyuna-ssi?” tanya Yunji lagi.

Kali ini Donghae mengernyitkan dahi nya menerka apa maksud pertanyaan Yunji. ‘Kalau Hyuna di kasur itu, aku? Ini bercanda kan Yunji?’ tanya Donghae dalam hatinya. Sudut bibirnya tertarik tanpa disadarinya. Donghae berpikir terlalu jauh.

“Maksud dari ‘kasur udara tidak apa-apa’? tanya Hyuna lagi.

“Ya… kau tidur di kasur udara. Nanti sofa-sofa ini bisa dimundurkann. Disini hanya ada satu kamar, jadi…” kalimat Yunji terputus.

Wait… kau? Donghae?”

“Apa yang kau harapkan? Kita tidur bersama? Kita? Kau, Yunji dan aku? Not a good idea, Hyun”, kata Donghae.

Hyuna menghela nafas tidak percaya. Donghae merasa ia bicara terlalu jauh. Ia memikirkan bagaimana jika yang dimaksudkan Yunji tidak seperti yang dikatakannya tadi. Walaupun akhirnya Yunji akan setuju, pasti Donghae akan berakhir tidur di karpet kamar Yunji. Itu jauh lebih buruk dari tidur di kasur udara.

“Maksudmu begitu, Yunji-ssi?” tanya Hyuna memastikan.

“Yunji-ya?” tanya Donghae berbisik.

TBC…

Note:

Bersambung… mianhaeyo readers-nimdeul. Bagaimana nasib Donghae? Benarkah dia akan tidur dilantai? Atau….. next part, beberapa hal baru akan terungkap. Sebuah cerita kembali di bicarakan. Apa itu? Nantikan part selanjutnya. Annyeong!

6 thoughts on “The Untold Story between Us Part 3

  1. 1 yg aq pkir kn klo pmlik tu bku adl dongek d masa llu,,,tpi krna suatu hal dongek lupa ingatan termsuk yji n bku nya,,itu opini aq okeyy,,

    Like

Leave a comment